Strategi Pencapaian Swasembada Kedelai dengan Pengembangan Sumber Protein Nabati Alternatif

Main Article Content

Achmad Subagio

Abstract

Kebutuhan kedelai nasional yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat tentang manfaat kedelai bagi kesehatan menyebabkan swasembada kedelai menjadi sulit terjangkau. Pemerintah telah mengupayakan peningkatan produksi nasional dengan jalan ekstensifikasi berupa perluasan lahan, maupun intensifikasi sebagai usaha meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas. Namun, usaha ini menghadapi kendala bahwa kenyataannya kedelai adalah tanaman subtropis yang membutuhkan siang hari yang panjang, sehingga produktivitasnya menjadi rendah. Strategi tambahan yang cukup bijak untuk mencapai swasembada adalah mengurangi kebutuhan nasional akan kedelai dengan jalan memberikan alternatif komoditi lain. Konsumen mempunyai pilihan untuk tidak menggunakan kedelai, ketika mengolah sebuah produk, karena ada komoditi lain yang dapat menggantikannya dengan nilai kompetitif lebih baik atau setara jika dibandingkan kedelai. Dengan demikian, tarikan kebutuhan kedelai nasional menjadi lebih longgar, yang akhirnya berujung pada semakin sempitnya jarak antara kebutuhan dengan produksi kedelai nasional. Dalam pendekatan diversifikasi horisontal ini, harus dipilih potensi lokal yang murah, berkesinambungan dan cocok ditanam di lahan yang belum termanfaatkan, agar tidak hanya sekedar proses shifting terhadap komoditi lain yang lebih penting. Salah satu komoditi yang mempunyai karakteristik tersebut adalah koro-koroan. Kandungan protein dari koro-koroan ini cukup tinggi (18 – 25%), menjadikan komoditi ini dapat digunakan sebagai bahan pangan sumber protein alternatif pengganti kedelai. Untuk menjamin keberhasilan dari program diversifikasi kedelai ini, maka pengembangan koro-koroan harus dilakukan secara komprehensif, meliputi: (i) penguasaan teknologi produksi, pasca panen dan pengolahan; dan (ii) rekayasa sosial untuk mendorong masyarakat mau menggunakan dan mengkonsumsi koro-koroan dan produknya, sehingga petani akan terdorong menanam dan investor mau berinvestasi pada bisnis di komoditi ini.

National soybean consumption continues to increase along with population growth and public awareness about the health benefits of soybean. Indeed, it causes difficulty to reach the national self-sufficiency. The government has made efforts in increasing national production of soybean by extending the form of land expansion, and intensification in the mean of increasing land productivity. However, these efforts face the constraint that soybean is a subtropical plant, resulting in the low productivity in Indonesia. Accordingly, additional strategies are needed to achieve self-sufficiency, such as reducing the national demand by provide some alternative commodities, those can substitute soybean (horizontal diversification). Consumers will have option to not use soybean, because there are other commodities that can replace it with a competitive values better or equal when compared to soybean. Thus, the attraction of the national soybean demand will be more loose, which eventually led to the narrowness of the distance between the demand and the production. In this approach of horizontal diversification, indigenous potencies should be used, which are cheap, sustainable and suitable grown on land that has not been exploited. So, it will be not just shifting to other commodities, those may be more important. One of commodities that have these characteristics is non-oilseed legumes. These plant seeds contain a high concentration of protein by 18 – 25% of the seed, considering as a suitable source of protein for replacing soybean. Furthermore, to ensure the success of this horizontal diversification of soybean, the development of non-oilseed legumes must be comprehensive, covering: (i) mastery of production, post harvest and processing technology; and (ii) social engineering to encourage people to use and consume the non-oilseed legumes and their products, so that farmers will be encouraged to plant, and investors want to invest in this commodity business.



Article Details

Section
Articles

References

BPS, (2010), Statistik Indonesia, http://www.bps.go.id/, akses tanggal 28 Juli 2010.

Badan Ketahanan Pangan, (2007), Pedoman Umum Percepatan Bangkit Kedelai, Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Direktorat Jendral Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Jakarta : Departemen Pertanian.

Dirjen P2HP Departemen Pertanian, (2009), Fluktuasi Perkembangan Harga Kedelai Dunia, akses tanggal 9 September 2009.

FAO, (2008), Food Outlook – Global Market Analysis, Roma: FAO.

Husodo, S.Y, (2001): Kemandirian di Bidang Pangan Kebutuhan Negara Kita, Makalah Seminar PATPI, 9-10 Oktober 2001, Semarang.

Roberts, E. A., (1985), Grain Legumes Crops. London: Collin.