Program RASKIN: Keserasian antara Produksi, Pengadaan dalam Negeri dan Dukungan Politik (RASKIN Program: Harmony between Production, Procurement of Domestic and Political Support)
Main Article Content
Abstract
Program RASKIN kerap digugat masyarakat luas dan para politisi, serta sebagian Pemda menolak kalau beras yang disalurkan itu berasal dari impor. Semakin besar volume RASKIN, semakin tinggi risiko pemerintah untuk mengimpor beras. Kalau hal ini berlangsung lama, maka akan memperburuk citra program. Keputusan besaran penyaluran RASKIN tidak terkait dengan produksi beras dalam negeri. Sedangkan pengadaan dalam negeri BULOG berkaitan erat dengan produksi gabah, yang pertumbuhannya semakin kurang stabil. Pada 2011, penyaluran RASKIN ditetapkan sekitar 3,4 juta ton, di pihak lain pengadaan dalam negeri rendah karena pertumbuhan produksi rendah atau negatif. Akibanya adalah semakin tinggi kandungan impor terhadap total pengadaan BULOG, yaitu 20% (2010) dan 56% (2011). Total impor beras BULOG dalam 2 tahun terakhir mencapai 2,5 juta ton. Tujuan tulisan ini adalah menaksir besaran volume RASKIN yang pantas sehingga terhindar dari impor. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengadaan gabah/beras dalam negeri berkorelasi positif tinggi (0,67) dengan pertumbuhan produksi gabah. Pertumbuhan produksi gabah semakin kurang stabil akhir-akhir ini dengan CV (Coefficient of Variation) sebesar 140%. Angka elastisitas pengadaan beras dalam negeri BULOG terhadap produksi gabah adalah 3,751. Pencapaian pertumbuhan produksi gabah dalam negeri 5% atau lebih yang berlangsung berturut-turut beberapa tahun semakin sulit dicapai, karena perubahan iklim, buruknya infrastruktur irigasi, termasuk pesatnya konversi lahan sawah. Oleh karena itu dalam jangka pendek disarankan agar volume RASKIN yang pantas adalah sekitar 2 juta ton, berkisar antara 1,8-2,2 juta/tahun. Tidak dianjurkan penyaluran RASKIN lebih dari 2,5 juta ton/tahun.
RASKIN program is often accused by the public and politicians, and refused by some local governments when the rice is supplied from importation. The greater the volume ofRASKIN is, the higher the risk of the government to import rice. Should this importation occurs for a longer time, it will worsen the image of the program. The decision on the amount of RASKIN distribution is not associated directly with domestic rice production. Meanwhile, BULOG domestic rice procurement is closely related to domestic paddy production whose growth tends to be less stable lately. In 2011, RASKIN distribution is set at about 3.4 million metric tons, on the other hand the provision of domestic rice production is low due to its negative growth. Consequently, the share of rice imports in BULOG’s total procurementhas increased, reaching around 20% in 2010 and 56% in 2011. BULOG total rice imports in thelast 2 years have evidently reached around 2.5 million metric tons. The purpose of this paper is to assess the appropriate amount of the volume ofRASKINin order to avoid importation. Research results show that BULOG domestic rice procurement is higly correlated (0.67) with paddy production growth. Paddy production growth has increasingly been less stable lately with coefficient of variation of 140%. BULOG domestic rice procurement with respect to paddy production is found to be elastic at 3.751. Achieving paddy growth of 5% or more for the last consecutive years has been difficult due to climate change, poor irrigation infrastructure, and rapid conversion of paddy fields. Therefore, in the short term, it is recommended that the reasonable volume of RASKIN is about 2 million metric tons, or ranging between 1.8 and 2.2 million metric tons/year. In contrary, distributing RASKIN over 2.5 million metric tons per year will not be recommended.
Article Details
catatan copyright agar disepakati oleh penulis.
Penulis sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam etika publikasi
Penulis menyatakan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun, dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain
References
Abubakar, M. 2009. World Food Price Volatility, Rice Price Stabilization and Small-Scale Farmers: Some Recent Policy Responses and Changes in Indonesia. Makalah yang dibawakan pada round-tables on Food price volatility: How to help Smallholder Farmers Manage Risk and Uncertainty, IFAD: Rome, tgl 18 Februari 2009.
Amang, B dan M.H. Sawit. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. IPB Press, Bogor
Booth, A. 1988. Agricultural Development in Indonesia. Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin. Sydney
Kementerian Koordinator Bidang KesejahteraanRakyat. 2011. Pedoman Umum RASKIN. Jakarta
Konig. 1995. The Cost of Malnutration. Technical Support Group. F. Hoffman-La Roche Ltd. Edisi 4/0895:02 no.50628.
Tabor, R. S dan M. H. Sawit. 2001. Social Proteciton via Rice: The OPK Rice Subsidy Program in Indonesia. The Developing Economies. Vol 3 (39), September 2001, pp.267-294.
Tabor, R. S dan M. H. Sawit. 2005. RASKIN: A Macro-Program Assessment. Laporan disiapkan untuk diskusi tentang “The Impactof Subsidy Program/ RASKIN Program to Macro Economy, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Jakarta, 6 Oktober 2005. (Diterbitkan kembali dalam BULOG. 2006. Program Bantuan RASKIN dan OPK: Penilaian Makro. Puslitbang Perum BULOG: Jakarta)
Sawit, M.H. 2010. Reformasi Kebijakan Harga Produsen dan DampaknyaTerhadap Daya Saing Beras. Orasi Pengukuhan Profesor Riset. Badan Litbang Pertanian, Kementan: Bogor.
Sumaryanto, B. Irawan, M.H. Sawit, A. Setiyanto, M. Suryadi, dan J. Situmorang. 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kerawanan Pangan Temporer. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Laporan penelitian: Bogor
UNICEF. 1997. Situasi Anak-Anak di Dunia. PT. Penebar Swadaya: Jakarta